Cara Memperoleh Keikhlasan
(bagian 2)
Keikhlasan
yang Menguntungkan Mukmin Sejati
Untuk
mendapatkan keikhlasan sejati, seseorang pertama-tama harus memahami mengapa
keikhlasan itu penting. Ia harus memiliki keinginan untuk mendapatkan tingkat
keikhlasan tersebut. Hal ini karena siapa pun yang gagal memahami keikhlasan,
ia dapat selanjutnya mencari kekuatan dan kekuasaan dengan hal-hal yang
bersifat keduniawian. Ia akan mengejar dunia untuk mendapatkan martabat sosial.
Orang seperti itu mencari ketenaran, reputasi, kemuliaan, kekayaan, kecantikan,
ijazah pendidikan, dan kehormatan lainnya. Akan tetapi, tak ada satu pun hal di
atas yang dapat memberikan kekuatan dan kekuasaan yang sesungguhnya, tidak di
dunia ini ataupun di hari akhir. Demikianlah, Badiuzzaman Said Nursi
mengingatkan para mukmin sejati bahwa kekuatan di dunia dan di akhirat itu
hanya didapatkan melalui keikhlasan. Ia menyatakan, “Engkau harus tahu bahwa
semua kekuatanmu ada dalam keikhlasan dan kebenaran. Ya, kekuatan ada di dalam
kebenaran dan keikhlasan. Bahkan, bagi mereka yang salah mendapatkan kekuatan
dari keikhlasan dalam kesalahan mereka. Bukti bahwa kekuatan ada di dalam
kebenaran dan keikhlasan adalah apa yang kita kerjakan untuk Allah ini. Sedikit
keikhlasan di dalam karya kita membuktikan pernyataan ini dan bukti keikhlasan
itu sendiri.”[1]
Karena itulah, siapa pun yang melupakan prinsip ini dan mengejar
materi-materi yang disebutkan di atas, ia tidak murni mencari keridhaan Allah.
Sebagai
cotoh, mari kita misalkan bahwa sebuah tugas yang disangka baik oleh muslim
dikerjakan oleh empat atau lima orang. Mari juga kita bayangkan bahwa salah
seorang di antara mereka dipercayai untuk merngerjakan sebuah tugas yang pasif,
tidak penting, dan berada di balik layar, tetapi begitu sulit dikerjakan.
Sementara itu, orang yang lainnya ditugaskan dalam tugas yang aktif, tampak di
depan, yang langsung menarik perhatian dan pujian dari orang lain. Jika orang
pertama menolak untuk mengerjakan tugas tersebut hanya karena ia akan berada di
belakang dan tidak akan mendapatkan pujian, dan ia ingin menukar tugasnya
dengan kesempatan yang lebih besar dan menjanjikan untuk mendapatkan pengakuan
dan kehormatan, maka hal ini akan merusak keikhlasannya. Dalam kondisi
demikian, orang tersebut akan terbawa pada pikiran-pikiran yang tidak tulus,
seperti, “Walaupun saya berusaha keras, nama saya tidak akan disebutkan.
Terlebih lagi, orang lain akan lebih banyak mendapatkan balasan kendati ia
bekerja lebih sedikit dari saya.” Maka dari itu, cara yang paling
mulia untuk diikuti dalam situasi seperti ini adalah bekerja hanya untuk
mendapatkan pengakuan dan pujian Allah, untuk mencari keridhaan-Nya. Jika
pekerjaan itu tampaknya memberikan manfaat, tidaklah penting siapa yang ikut
serta di dalamnya. Bahkan, jika ia tampaknya tidak memperoleh pengakuan dari
orang lain dan tetap tidak dikenal, ia tetap harus mengerjakan kesempatan
tersebut dengan antusias untuk mendapatkan keridhaan Allah. Inilah yang
dimaksud dengan ikhlas.
Seseorang
yang selalu melakukan sesuatu dengan ikhlas, tidak hanya akan sukses dan
menikmati kedamaian pikiran di dunia ini, tetapi juga mendapatkan balasan di
hari akhir. Hal ini karena orang yang demikian tidak bergantung pada harta
duniawi, kekuasaan, kepemilikan kekayaan, dan kehormatan sosial, tetapi hanya
bergantung pada Allah, keimanan, hati nurani, dan keikhlasannya. Sebagaimana
digambarkan di dalam ayat berikut, Allah selalu menolong mereka yang berpaling
kepada-Nya dengan pengabdian yang murni.
“... Allah pasti
menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya, Allah benar-benar
Mahakuat lagi Mahaperkasa.” (al-Hajj [22]: 40)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar