Seperti Apakah Orang yang Benar Itu?
(bagian 1)
Allah memerintahkan
kepada orang-orang beriman untuk hidup sebagai orang yang teguh dan ikhlas kepada Allah dalam agama mereka.
“Kecuali orang-orang
yang tobat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan
tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah
bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada
orang-orang yang beriman pahala yang besar.” (an-Nisaa` [4]: 146)
Seorang manusia menjadi
bersih hatinya jika ia teguh karena Allah, mengabdikan hidupnya untuk
mendapatkan keridhaan-Nya dengan menyadari bahwa tidak ada penuhanan kecuali
kepada Allah, dan tak pernah menyerah dalam keimanan kepada Allah, apa pun yang
terjadi. Allah memerintahkan di dalam Al-Qur`an sebagai berikut.
“... Barangsiapa yang
berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk
kepada jalan yang lurus.” (Ali Imran [3]: 101)
Dalam agama, ikhlas
kepada Allah berarti berusaha mendapatkan keridhaan Allah dan kepuasan-Nya
tanpa mengharapkan keuntungan pribadi lainnya. Allah juga telah menekankan
pentingnya hal ini di dalam ayat lainnya. Ia telah menunjukkan bahwa agama
hanya dapat dijalankan dalam sikap berikut.
“Padahal mereka tidak
disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya
dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (al-Bayyinah
[98]: 5)
Dalam perbuatan dan
ibadahnya, seorang mukmin sejati tidak pernah berusaha untuk mendapatkan cinta,
kepuasan, penghargaan, perhatian, dan pujian dari siapa pun kecuali Allah.
Adanya keinginan untuk mendapatkan semua itu dari manusia adalah tanda bahwa ia
gagal menghadapkan wajahnya kepada Allah dengan keikhlasan dan kesucian. Dalam
kenyataan, kita sering menemukan orang yang “melakukan perbuatan-perbuatan baik
atau melakukan ibadah untuk tujuan-tujuan lain selain mendapatkan keridhaan
Allah”. Sebagai contoh, ada orang yang menyombongkan diri karena menolong kaum
miskin atau bermaksud mendapatkan kehormatan saat ia melakukan perintah agama
yang penting, seperti shalat. Orang-orang yang mendirikan shalat, melakukan
kebaikan supaya terlihat, disebutkan di dalam Al-Qur`an,
“Hai orang-orang
beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan
menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang
menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Maka perumpaan orang itu seperti batu licin yang di
atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia
bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang
mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
kafir.” (al-Baqarah [2]: 264)
Siapa saja
yang menginginkan supaya dirinya terlihat menonjol, sebenarnya ia mencari
keridhaan orang lain, bukan Allah. Seorang mukmin sejati harus benar-benar
cermat menghindarkan dirinya untuk pamer saat menolong orang lain, bertingkah
laku baik, beribadah, ataupun berkorban. Satu-satunya tujuan orang yang ikhlas
beriman kepada Allah hanyalah mendapatkan keridhaan Allah. Al-Qur`an juga
menekankan bagaimana para nabi menjalankan ritual-ritual keagamaan demi
keridhaan Allah dan tidak pernah mengharapkan balasan ataupun keuntungan
pribadi. Kalimat berikut diucapkan oleh Nabi Hud a.s. kepada kaumnya untuk
meyakinkan kebenaran ini.
“Hai kaumku, aku tidak
meminta upah kepadamu bagi seruanku ini. Upahku tidak lan hanyalah dari Allah
yang telah menciptakanku. Maka tidakkah kamu memikirkan(nya)?” (Hud [11]: 51)
Seorang mukmin tidak
pernah berusaha mendapatkan keridhaan siapa pun selain Allah. Ia tahu pasti
bahwa Allahlah yang memiliki dan mengenggam semua hati dan bahwa semua manusia
akan ridha hanya jika Dia ridha. Lebih jauh, tidak ada pujian apa pun di dunia
ini yang akan menyelamatkan dirinya di akhirat. Pada hari pembalasan, setiap
orang akan berdiri sendiri di hadapan Allah dan ditanyai atas setiap
perbuatannya. Pada hari itu, keimanan, kesalehan, keikhlasan, dan kepatuhan
akan memainkan peran yang penting. Nabi Muhammad saw. mengingatkan orang-orang
beriman akan pentingnya keikhlasan,
“Allah menerima perbuatan yang dilakukan secara
murni karena Allah dan bertujuan untuk mencari keridhaan-Nya.”[1]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar