Cara Memperoleh Keikhlasan
(bagian 1)
Dalam
bab-bab sebelumnya, kami menjelaskan pentingnya keikhlasan sebagai karakter
orang-orang beriman yang tulus menurut cahaya suci Al-Qur`an. Setiap mukmin
sejati yang berharap untuk mendapatkan keridhaan Allah dan dianugerahi berkah
abadi surga, harus memberikan perhatian yang cermat sekali terhadap ayat-ayat
tersebut sepanjang hidupnya. Ia harus hidup sesuai dengan ajaran moral
Al-Qur`an, untuk menggapai keikhlasan. Hingga titik tersebut, ia harus
berpaling kepada Allah dengan hati yang murni dan ia harus berjuang hanya untuk
mendapatkan keridhaan Allah. Ia harus sangat berhati-hati melawan segala jenis
pengaruh negatif yang dapat merusak kemurniannya. Sebagaimana telah disebutkan
dalam bab-bab sebelumnya, setan juga terus-menerus berusaha dan mencari
berbagai cara untuk menyesatkan manusia dari jalan yang lurus.
Setiap
orang harus selalu waspada bahwa ia dapat merusak keikhlasannya dengan
perbuatan-perbuatan yang dilakukan di luar kebiasaan atau bentuk-bentuk tingkah
laku yang didapat dari komunitas di sekitarnya. Karena itulah, secara berkala,
ia harus memeriksa niatnya dan membisikkan setiap kata, melakukan setiap
tindakan murni hanya untuk Allah. Ia juga tidak boleh melupakan bahwa tingkatan
moralitas ini tidak sulit untuk dijalankan, tetapi sebaliknya.
Kesucian,
kejujuran, dan berpaling kepada Allah dalam sikap yang bersih dan murni, adalah
sifat-sifat yang bisa didapat tanpa usaha yang besar. Tuhan kita yang telah
memfasilitasi setiap langkah, bahkan telah membantu kita dengan para nabi-Nya
dan mukmin yang saleh. Ia telah menunjukkan cara untuk mendapatkan keikhlasan
di dalam ayat-ayat-Nya. Para cendekiawan muslim juga telah menunjukkan betapa
besar dan pentingnya keikhlasan, dan mereka menjadikan karya mereka sebagai ajakan
kepada para mukmin sejati untuk berpaling kepada Allah.
Karya-karya
Badiuzzaman Said Nursi, seorang cendekiawan muslim ternama, memainkan peranan
penting dalam membimbing orang-orang muslim yang ingin menggapai keikhlasan.
Badiuzzaman menekankan perlunya penyucian diri secara khusus dan menyajikan
saran-saran kritis kepada para mukmin sejati.
“Wahai
saudara-saudaraku di hari akhir nanti! Wahai sahabatku dalam kepatuhan kepada
Allah! Engkau mesti mengetahui—dan tahukah kalian—bahwa di dunia ini keikhlasan
adalah prinsip yang paling penting dalam perbuatan-perbuatan yang berkaitan
khususnya dengan hari akhir; ia merupakan kekuatan terbesar, perantara yang
paling bisa diterima, dukungan yang paling kokoh, cara yang paling dekat menuju
kesungguhan, dan yang paling diterima. Ia adalah alat yang paling menakjubkan
untuk meraih tujuan, ia kualitas tertinggi dan ibadah yang paling murni.”[1]
Sebagaimana
ditekankan oleh Badiuzzaman sendiri, keikhlasan adalah salah satu karakter
terpenting yang harus dimiliki seseorang untuk mengabdi kepada Allah sesempurna
mungkin. Seperti yang diperintahkan di dalam ayat, “Sesungguhnya, Kami
menurunkan kepadamu Kitab (Al-Qur`an) dengan (membawa) kebenaran. Maka
sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya
kepunyaan Allahlah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang
mengambil pelindung selain Allah (berkata), ‘Kami tidak menyembah mereka
melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.’
Sesungguhnya, Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka
perselisihkan padanya. Sesungguhnya, Allah tidak menunjuki orang-orang yang
pendusta dan sangat ingkar,” (az-Zumar [39]: 2-3) bahwa agama yang benar
dapat dihidupkan hanya dengan mengabdi kepada Allah dan tulus ikhlas
mematuhi-Nya. Badiuzzaman Said Nursi menyatakan bahwa seseorang harus mencapai
keikhlasan untuk mendapatkan kebaikan dengan kebutuhannya.
“Karena di dalam
keikhlasan terdapat banyak kekuatan dan cahaya... kami tentu saja memaksa siapa
pun untuk bekerja dengan segenap kekuatan untuk mencapai keikhlasan. Kita perlu
menanamkan keikhlasan di dalam diri kita. Jika tidak, apa yang kita capai
selama ini dalam amal yang tersembunyi akan hilang sebagian dan tak akan kokoh;
dan kita akan bertanggung jawab.”[2]
Di dalam
ayat-ayat Al-Qur`an, Allah menjelaskan bagaimana seseorang mencapai keimanan
dan keikhlasan yang tak ternoda. Ditambah lagi, setiap manusia telah diciptakan
dengan kemampuan untuk mengerti dan merasakan keikhlasan dan kemurnian. Karena
itulah, untuk mencapai dan meningkatkan keikhlasan seseorang, sebenarnya
sederhana. Bahkan jika seseorang benar-benar bodoh, ia dapat meraih keikhlasan
dengan bersandar pada hati nuraninya. Ia dapat memahami mana yang ikhlas dan
mana yang tidak. Ia dapat membebaskan dirinya dari segala tingkah laku yang
menghalangi keikhlasan setelah berpaling kepada Allah dengan tulus hati. Karena
itulah, seseorang harus menyadari bahwa hatinya adalah petunjuk dari Tuhan. Ia
tidak boleh membodohi dirinya dengan alasan-alasan seperti, “Saya tidak tahu
cara mana yang tulus,” “Saya tidak mengira bahwa sikap ini akan
mengurangi keikhlasan,” “Saya kira saya orang yang ikhlas dan
tulus,” dan sebagainya. Ia harus selalu ingat bahwa alasan-alasan
tersebut tidaklah tulus, hanya dicari-cari untuk menenangkan hatinya. Jadi,
mudah bagi seseorang yang menerima dengan hatinya untuk menggapai keikhlasan
dan menjaganya hingga hari pembalasan.
Di dalam
bab ini, kita akan membahas cara-cara mendapatkan keikhlasan sebagaimana yang
telah dijelaskan Al-Qur`an dan juga yang telah bersemayam di dalam hati nurani
kita. Kita akan mengambil contohnya dalam kehidupan sehari-hari. Setelah itu,
kita akan membahas sikap-sikap atau perbuatan yang menghalangi keikhlasan. Kita
akan melihat betapa sederhana cara mencapainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar