Riwayat Evolusi
Manusia
Bahasan yang paling sering diangkat oleh para
pendukung teori evolusi adalah tentang asal-muasal manusia. Para pengikut
Darwin mengklaim bahwa manusia modern sekarang ini adalah hasil perkembangan
dari beberapa macam makhluk seperti kera. Selama terjadinya proses evolusi ini,
yang diperkirakan telah dimulai sejak 4-5 juta tahun yang lalu, para
evolusionis mengklaim bahwa telah ada beberapa “bentuk transisi” antara manusia
modern dan para nenek moyangnya. Menurut skenario imajiner yang lengkap ini,
empat “kategori” dasar disusun:
1. Australopithecus,
2. Homo habilis,
3. Homo erectus,
4. Homo sapiens.
Para evolusionis menyebut bahwa yang dikatakan
sebagai nenek moyang pertama manusia adalah makhluk seperti kera “Australopithecus”
yang berarti “Kera Afrika Selatan”. Makhluk-makhluk hidup ini sebenarnya tidak
pernah ada, tetapi spesies kera tualah yang pernah ada. Sebuah riset yang
ekstensif dilakukan terhadap beragam sampel Australopithecus oleh dua
orang ahli anatomi terkenal yang berasal dari Inggris dan Amerika, Lord Solly
Zuckerman dan Prof. Charles Oxnard, menunjukkan bahwa semua itu merupakan fosil
spesies kera biasa yang telah punah dan hampir tidak ada kemiripannya dengan
manusia.[1]
Para evolusionis mengklasifikasi tahap dari proses
evolusi manusia selanjutnya sebagai “homo” yang berarti “manusia.” Dalam klaim
para evolusionis, makhluk hidup dalam serial Homo jauh lebih cepat
perkembangannya daripada Australopithecus. Evolusionis merencanakan
skema fantastis dengan cara menyusun fosil-fosil yang beragam dari dalam
tatanan yang tertentu yang merupakan
suatu imajinasi sebab tidak pernah dibuktikan bahwa ada sebuah hubungan evolusi
antara kelompok berbeda tersebut. Ernst
Mayr, salah seorang pembela utama teori evolusi pada abad kedua puluh, mengakui
fakta ini dengan menyatakan bahwa “rantai yang mencapai sejauh Homo sapiens
sebenarnya hilang”.[2]
Dengan garis besar rantai hubungan seperti “AustralopithecusàHomo
habilisàHomo
erectusàHomo
sapiens”, para evolusionis mengimplikasikan bahwa
setiap spesies ini memiliki satu nenek moyang dengan yang lainnya. Akan tetapi,
penemuan terakhir dari para palaentologis mengemukakan bahwa Australopithecus,
Homo habilis, dan Homo erectus hidup di bagian dunia yang berbeda
pada waktu yang bersamaan.[3]
Selain itu, suatu golongan tertentu dari manusia
yang diklasifikasikan sebagai Homo erectus terus hidup hingga masa yang
sangat modern. Homo sapiens neandarthalensis dan Homo sapiens
sapiens (manusia modern) eksis secara bersamaan pada wilayah yang sama.[4]
Singkatnya, skenario dari evolusi manusia, yang
dipandang terjadi dengan bantuan beragam gambaran dari beberapa makhluk
“setengah kera, setengah manusia” yang muncul di media-media dan buku-buku
pelajaran, sejujurnya merupakan suatu propaganda yang disengaja dan tak
lain hanyalah suatu dongeng tanpa adanya dasar saintifik.
Lord Solly Zuckerman, salah seorang saintis paling
terkemuka dan terkenal di Inggris, yang telah melakukan riset tentang
fosil-fosil Australopithecus selama belasan tahun, akhirnya
menyimpulkan, bahwa sebenarnya tidak ada silsilah keluarga dari kera yang
mempunyai kemiripan dengan manusia.
Zuckerman juga membuat suatu “spektrum sains” yang
menarik. Dia membuat suatu spektrum sains yang terdiri atas mereka yang dia
anggap saintifik hingga mereka yang tidak saintifik. Menurut spektrum
Zuckerman, yang “paling saintifik” dalam bidang sains adalah kimia dan fisika.
Setelah keduanya adalah ilmu biologi, kemudian ilmu sosial. Di akhir spektrum,
yang dianggap sebagai yang “paling tidak saintifik” adalah “persepsi
ekstrasensori”–konsep-konsep seperti telepati dan indera keenam–dan yang
terakhir adalah “evolusi manusia”. Zuckerman menerangkan tentang alasannya,
“Kami kemudian berpaling pada susunan
kebenaran yang objektif kepada bidang ilmu biologi pra-asumsi, seperti persepsi
ekstrasensori atau iterpretasi sejarah fosil manusia, di mana keyakinan (para
evolusionis) terhadap sesuatu adalah mungkin—dan di mana pada saat yang sama
secara berapi-api meyakini (dalam masalah evolusi) sesuatu yang dapat diyakini
secara kontradiktif.”[5]
Riwayat evolusi manusia tidak menghasilkan apa pun
kecuali interpretasi-interpretasi yang didasari praduga tentang beberapa fosil
yang digali oleh orang-orang tertentu, yang secara membabi buta mengikuti teori
mereka.
[1]
Solly Zuckerman, Beyond
the Ivory Tower (New York: Toplinger Publications, 1970), hlm. 75-94;
Charles E. Oxnard, “The Place of Australopithecus in Human Evolution: Grounds
for Doubt”, Nature, vol. 258, hlm. 389.
[2]
“Sould science be brought to
end by scientist’ belief that they have final answers or by society’s
reluctance to pay the bills?” Scientific American, Desember 1992, hlm.
20.
[3]
Alam Walker, Science,
vol. 207, 7 Maret 1980, hlm. 1103; A. J. Kelso, Physical Antropology
(New York: J. B. Lipincott Co., 1970), Edisi pertama, hlm. 221; M. D. Leakey, Olduvai
Gorge (Cambridge: Cambridge University Press, 1971), vol. 3, hlm. 272.
[4]
Jeffrey Kluger, “Not So
Extinct After All: The Primitive Homo Erectus May Have Survived Long Enough To
Coexist With Modern Humans”, Time, 23 Desember 1996.
[5]
Solly Zuckerman, Beyond
the Ivory Tower, hlm. 19.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar