Seperti Apakah Orang yang Benar Itu? (bagian 6)
Tidak Pernah Enggan dalam Mengabdi dan
Beribadah kepada Allah
Allah berfirman,
“Di antara manusia ada
yang mengatakan, ‘Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian,’ padahal mereka
itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan
orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang
mereka tidak sadar.” (al-Baqarah [2]: 8-9)
Mereka adalah orang-orang
yang memiliki keingkaran di hati, meskipun mereka berada di antara mukmin
sejati, beribadah bersama mereka, serta menjalin hubungan dengan mereka. Salah
satu ciri yang membedakan mereka dari orang-orang beriman kepada Allah adalah
bahwa mereka enggan untuk mengabdi dan beribadah kepada-Nya. Orang-orang
beriman adalah laki-laki dan perempuan yang tulus melabuhkan keimanan yang
mendalam kepada Allah, yang berpaling kepada-Nya dengan tulus, dan yang
menyembah-Nya dengan cinta dan kepatuhan. Dalam ayat lain, Allah menggambarkan
balasan yang menanti di hari akhir atas sikap tersebut dan Dia menghadirkan
para malaikat sebagai contoh bagi manusia,
“Almasih sekali-kali
tidak enggan menjadi hamba bagi Allah, dan tidak (pula enggan)
malaikat-malaikat yang terdekat (kepada Allah). Barangsiapa yang enggan dari
menyembah-Nya dan menyombongkan diri, nanti Allah akan mengumpulkan mereka
semua kepada-Nya.” (an-Nisaa` [4]: 172)
Sebagaimana disebutkan di
dalam ayat ini, salah satu ciri keikhlasan dan kebajikan adalah dengan tidak
pernah merasa enggan dalam mengabdi dan beribadah kepada Allah. Orang-orang
beriman selalu ingin beribadah kepada Allah dalam situasi apa pun. Karena
itulah, mereka tidak pernah kehilangan semangat, sekalipun mereka dipaksa untuk
mengorbankan hidup dan kekayaan mereka atau menghadapi kesulitan dan kedukaan.
Nabi Muhammad saw.
mengingatkan orang-orang beriman akan pentingnya keteguhan dalam menyembah
Allah, “Kerjakanlah kebaikan dengan benar, tulus, dan utuh. Dan sembahlah
Allah di waktu siang dan malam, dan selalu mengambil jalan pertengahan untuk
mencapai tujuanmu (surga).”[1]
Al-Qur`an memberikan
banyak contoh tentang akhlaq mulia, yang mengungkapkan usaha-usaha yang
dilakukan oleh orang-orang beriman ini. Sebagai contoh, ada orang-orang yang
berulang-ulang meminta Nabi saw. agar mereka dapat ikut serta berperang, tetapi
akhirnya mereka tidak dapat ikut serta. Disebutkan juga tentang mereka yang
kembali setelah gagal menemukan apa pun untuk dibelanjakan. Meski orang-orang
ini pasti menyadari bahwa mereka akan menghadapi banyak kerugian dalam perang:
risiko terbunuh, terluka, dan menderita, mereka tetap ingin ikut serta
semata-mata karena keimanan yang tulus serta kesucian diri mereka. Al-Qur`an
mengabadikan orang-orang seperti ini dalam ayat,
“Dan tiada (pula dosa)
atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi
mereka kendaraan, lalu kamu berkata, ‘Aku tidak memperoleh kendaraan untuk
membawamu,’ lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena
kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan.”
(at-Taubah [9]: 92)
Al-Qur`an juga
mengabarkan contoh-contoh mereka yang berada dalam situasi yang sama, tetapi
segan melayani dan mengabdi kepada Allah, agar orang-orang beriman menyadari
perbedaan antara dua macam orang. Ayat berikut ini menyatakan,
“Sesungguhnya, jalan
(untuk menyalahkan) hanyalah terhadap orang-orang yang meminta izin kepadamu,
padahal mereka itu orang-orang yang kaya. Mereka rela berada bersama-sama
orang-orang yang tidak ikut berperang dan Allah telah mengunci mata hati
mereka, maka mereka tidak mengetahui (akibat perbuatan mereka). Mereka
(orang-orang munafik) mengemukakan uzurnya kepadamu dengan nama Allah, apabila
kamu telah kembali kepada mereka (dari medan perang). Katakanlah, ‘Janganlah
kamu mengemukakan uzur; kami tidak percaya lagi kepadamu, (karena) sesungguhnya
Allah telah memberitahukan kepada kami di antara perkabaran-perkabaran
(rahasia-rahasia)mu. Dan Allah serta Rasul-Nya akan melihat pekerjaanmu,
kemudian kamu dikembalikan kepada Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata,
lalu Dia memberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.’” (at-Taubah [9]:
93-94)
Kebalikan dari mukmin
yang sejati, mereka adalah orang yang menyatakan dengan lidah mereka bahwa
mereka menyembah Allah dan bahwa mereka mematuhi Nabi saw., tetapi mereka
meminta untuk tidak dilibatkan dalam peperangan walaupun mereka berkecukupan
dari segi harta dan kekayaan. Mereka yang menolak untuk ikut serta dalam
peperangan saat kaum muslimin menghadapi kesulitan yang besar, menunjukkan
keberanian yang memalukan di hadapan Allah. Kondisi yang sama juga dapat
terjadi pada kasus yang lainnya. Haruslah diingat bahwa di dalam ayat-ayat
Al-Qur`an, Tuhan kita menunjukkan bahwa hati orang-orang yang lebih memilih
untuk menyimpan harta mereka daripada melakukan sesuatu yang dapat membawa
mereka kepada keridhaan Allah dan menolong serta menyokong saudara mereka seislam,
sudah terkunci.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar