Seminar Nasional Pendidikan IPA 2016

Jumat, 09 Maret 2012

Islami : Seperti Apakah Orang yang Benar Itu? (bagian 1)


Seperti Apakah Orang yang Benar Itu? 

(bagian 1)


 Allah memerintahkan kepada orang-orang beriman untuk hidup sebagai orang yang teguh dan ikhlas kepada Allah dalam agama mereka.

“Kecuali orang-orang yang tobat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar.” (an-Nisaa` [4]: 146)

Seorang manusia menjadi bersih hatinya jika ia teguh karena Allah, mengabdikan hidupnya untuk mendapatkan keridhaan-Nya dengan menyadari bahwa tidak ada penuhanan kecuali kepada Allah, dan tak pernah menyerah dalam keimanan kepada Allah, apa pun yang terjadi. Allah memerintahkan di dalam Al-Qur`an sebagai berikut.

“... Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (Ali Imran [3]: 101)

Dalam agama, ikhlas kepada Allah berarti berusaha mendapatkan keridhaan Allah dan kepuasan-Nya tanpa mengharapkan keuntungan pribadi lainnya. Allah juga telah menekankan pentingnya hal ini di dalam ayat lainnya. Ia telah menunjukkan bahwa agama hanya dapat dijalankan dalam sikap berikut.

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (al-Bayyinah [98]: 5)

Dalam perbuatan dan ibadahnya, seorang mukmin sejati tidak pernah berusaha untuk mendapatkan cinta, kepuasan, penghargaan, perhatian, dan pujian dari siapa pun kecuali Allah. Adanya keinginan untuk mendapatkan semua itu dari manusia adalah tanda bahwa ia gagal menghadapkan wajahnya kepada Allah dengan keikhlasan dan kesucian. Dalam kenyataan, kita sering menemukan orang yang “melakukan perbuatan-perbuatan baik atau melakukan ibadah untuk tujuan-tujuan lain selain mendapatkan keridhaan Allah”. Sebagai contoh, ada orang yang menyombongkan diri karena menolong kaum miskin atau bermaksud mendapatkan kehormatan saat ia melakukan perintah agama yang penting, seperti shalat. Orang-orang yang mendirikan shalat, melakukan kebaikan supaya terlihat, disebutkan di dalam Al-Qur`an,


“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (al-Baqarah [2]: 264)

Siapa saja yang menginginkan supaya dirinya terlihat menonjol, sebenarnya ia mencari keridhaan orang lain, bukan Allah. Seorang mukmin sejati harus benar-benar cermat menghindarkan dirinya untuk pamer saat menolong orang lain, bertingkah laku baik, beribadah, ataupun berkorban. Satu-satunya tujuan orang yang ikhlas beriman kepada Allah hanyalah mendapatkan keridhaan Allah. Al-Qur`an juga menekankan bagaimana para nabi menjalankan ritual-ritual keagamaan demi keridhaan Allah dan tidak pernah mengharapkan balasan ataupun keuntungan pribadi. Kalimat berikut diucapkan oleh Nabi Hud a.s. kepada kaumnya untuk meyakinkan kebenaran ini.

“Hai kaumku, aku tidak meminta upah kepadamu bagi seruanku ini. Upahku tidak lan hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku. Maka tidakkah kamu memikirkan(nya)?” (Hud [11]: 51)

Seorang mukmin tidak pernah berusaha mendapatkan keridhaan siapa pun selain Allah. Ia tahu pasti bahwa Allahlah yang memiliki dan mengenggam semua hati dan bahwa semua manusia akan ridha hanya jika Dia ridha. Lebih jauh, tidak ada pujian apa pun di dunia ini yang akan menyelamatkan dirinya di akhirat. Pada hari pembalasan, setiap orang akan berdiri sendiri di hadapan Allah dan ditanyai atas setiap perbuatannya. Pada hari itu, keimanan, kesalehan, keikhlasan, dan kepatuhan akan memainkan peran yang penting. Nabi Muhammad saw. mengingatkan orang-orang beriman akan pentingnya keikhlasan,
“Allah menerima perbuatan yang dilakukan secara murni karena Allah dan bertujuan untuk mencari keridhaan-Nya.”[1]


[1] Hadits Riwayat Abu Dawud dan an-Nasa`i dari Abu Umamah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar