Seminar Nasional Pendidikan IPA 2016

Kamis, 08 Maret 2012

DALIL QATH’I dan DALIL DHANNY


DALIL QATH’I dan DALIL DHANNY



1. DALIL QATH’I 
Adalah dalil yang sudah diyakini kebenarannya yakni Al-Qur’an.
Beberapa contohnya antara lain,

ü  Dalil Puasa Romadhon
“Hai orang-orang yang beriman diwajbkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) : memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan bulan yang didalamnya diturunkan Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan yang batil). Karena itu, barang siapa diantara kalian hadir (dinegeri tempat tinggalnya) dibulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.
(QS. 2 : 183 – 185).

ü  Dalil Shalat
“Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah sholat untuk mengingatku.”
(QS. 20 : 14)

ü  Dalil Haji
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umroh karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) kurban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum kurban sampai ditempat sembelihannya. Jika ada diantara kamu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu berpuasa, bersedekah atau berkurban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan umroh sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) kurban yang mudah didapat. Tetapi ia tidak menemukan (binatang kurban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk Mekah). Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.
(QS. 2 : 196)



2. DALIL DHANNY
Adalah dalil yang diduga keras kebenarannya, seperti

Ø  Hadist Ahad
Jenis hadis ini adalah hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi kepada satu orang atau sekelompok orang, atau dari sekelompok orang kepada satu orang.
Sehingga pembagian hadis berdasarkan pendapat (ijtihad-pent) dari para Imam, yang kemudian membawa perbedaan dalam penunjukan dalilnya. Status hukum yang digali dari hadis Mutawatir adalah wajib dan fundamental. Sedang status hukum yang digali dari hadis mashur adalah tidak wajib, tapi dapat membatasi (men-taqyid-pent) dari kemutlakan ayat Al-Qur’an dan dapat menjadi suplemen dari Al-Qur’an. Pada Hadis Ahad walaupun shohih tetapi  sebatas dugaan keras, tidak ada jalan baginya untuk mempengaruhi penunjukan yang jelah dari ayat Al-Qur’an.

Ø  Hadist Qiyas
Qiyas menurut ulama ushul adalah menerangkan sesuatu yang tidak ada nashnya dalam Al-Quran dan hadits dengan cara membandingkan dengan sesuatu yang ditetapkan hukumnya berdasarkan nash. Mereka juga membuat definisi lain, Qiyas adalah menyamakan sesuatu yang tidak ada nash hukumnya dengan sesuatu yang ada nash hukumnya karena adanya persamaan illat hukum.[16]
Dengan demikian qiyas itu penerapan hukum analogi terhadap hukum sesuatu yang serupa karena prinsip persamaan illat akan melahirkan hukum yang sama pula.
Umpamanya hukum meminum khamar, nash hukumnya telah dijelaskan dalam Al Qur’an yaitu hukumnya haram. Sebagaimana firman Allah Swt:
”Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”. (Qs.5:90)
Haramnya meminum khamr berdasar illat hukumnya adalah memabukan. Maka setiap minuman yang terdapat di dalamnya illat sama dengan khamar dalam hukumnya maka minuman tersebut adalah haram.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar