Seminar Nasional Pendidikan IPA 2016

Jumat, 09 Maret 2012

Islami : Seperti Apakah Orang yang Benar Itu? (bagian 6)


 Seperti Apakah Orang yang Benar Itu? (bagian 6)

Tidak Pernah Enggan dalam Mengabdi dan Beribadah kepada Allah
Allah berfirman,

“Di antara manusia ada yang mengatakan, ‘Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian,’ padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.” (al-Baqarah [2]: 8-9)

Mereka adalah orang-orang yang memiliki keingkaran di hati, meskipun mereka berada di antara mukmin sejati, beribadah bersama mereka, serta menjalin hubungan dengan mereka. Salah satu ciri yang membedakan mereka dari orang-orang beriman kepada Allah adalah bahwa mereka enggan untuk mengabdi dan beribadah kepada-Nya. Orang-orang beriman adalah laki-laki dan perempuan yang tulus melabuhkan keimanan yang mendalam kepada Allah, yang berpaling kepada-Nya dengan tulus, dan yang menyembah-Nya dengan cinta dan kepatuhan. Dalam ayat lain, Allah menggambarkan balasan yang menanti di hari akhir atas sikap tersebut dan Dia menghadirkan para malaikat sebagai contoh bagi manusia,

“Almasih sekali-kali tidak enggan menjadi hamba bagi Allah, dan tidak (pula enggan) malaikat-malaikat yang terdekat (kepada Allah). Barangsiapa yang enggan dari menyembah-Nya dan menyombongkan diri, nanti Allah akan mengumpulkan mereka semua kepada-Nya.” (an-Nisaa` [4]: 172)

Sebagaimana disebutkan di dalam ayat ini, salah satu ciri keikhlasan dan kebajikan adalah dengan tidak pernah merasa enggan dalam mengabdi dan beribadah kepada Allah. Orang-orang beriman selalu ingin beribadah kepada Allah dalam situasi apa pun. Karena itulah, mereka tidak pernah kehilangan semangat, sekalipun mereka dipaksa untuk mengorbankan hidup dan kekayaan mereka atau menghadapi kesulitan dan kedukaan.
Nabi Muhammad saw. mengingatkan orang-orang beriman akan pentingnya keteguhan dalam menyembah Allah, “Kerjakanlah kebaikan dengan benar, tulus, dan utuh. Dan sembahlah Allah di waktu siang dan malam, dan selalu mengambil jalan pertengahan untuk mencapai tujuanmu (surga).”[1]
Al-Qur`an memberikan banyak contoh tentang akhlaq mulia, yang mengungkapkan usaha-usaha yang dilakukan oleh orang-orang beriman ini. Sebagai contoh, ada orang-orang yang berulang-ulang meminta Nabi saw. agar mereka dapat ikut serta berperang, tetapi akhirnya mereka tidak dapat ikut serta. Disebutkan juga tentang mereka yang kembali setelah gagal menemukan apa pun untuk dibelanjakan. Meski orang-orang ini pasti menyadari bahwa mereka akan menghadapi banyak kerugian dalam perang: risiko terbunuh, terluka, dan menderita, mereka tetap ingin ikut serta semata-mata karena keimanan yang tulus serta kesucian diri mereka. Al-Qur`an mengabadikan orang-orang seperti ini dalam ayat,

“Dan tiada (pula dosa) atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata, ‘Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu,’ lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan.” (at-Taubah [9]: 92)


Al-Qur`an juga mengabarkan contoh-contoh mereka yang berada dalam situasi yang sama, tetapi segan melayani dan mengabdi kepada Allah, agar orang-orang beriman menyadari perbedaan antara dua macam orang. Ayat berikut ini menyatakan,

“Sesungguhnya, jalan (untuk menyalahkan) hanyalah terhadap orang-orang yang meminta izin kepadamu, padahal mereka itu orang-orang yang kaya. Mereka rela berada bersama-sama orang-orang yang tidak ikut berperang dan Allah telah mengunci mata hati mereka, maka mereka tidak mengetahui (akibat perbuatan mereka). Mereka (orang-orang munafik) mengemukakan uzurnya kepadamu dengan nama Allah, apabila kamu telah kembali kepada mereka (dari medan perang). Katakanlah, ‘Janganlah kamu mengemukakan uzur; kami tidak percaya lagi kepadamu, (karena) sesungguhnya Allah telah memberitahukan kepada kami di antara perkabaran-perkabaran (rahasia-rahasia)mu. Dan Allah serta Rasul-Nya akan melihat pekerjaanmu, kemudian kamu dikembalikan kepada Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia memberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.’” (at-Taubah [9]: 93-94)

Kebalikan dari mukmin yang sejati, mereka adalah orang yang menyatakan dengan lidah mereka bahwa mereka menyembah Allah dan bahwa mereka mematuhi Nabi saw., tetapi mereka meminta untuk tidak dilibatkan dalam peperangan walaupun mereka berkecukupan dari segi harta dan kekayaan. Mereka yang menolak untuk ikut serta dalam peperangan saat kaum muslimin menghadapi kesulitan yang besar, menunjukkan keberanian yang memalukan di hadapan Allah. Kondisi yang sama juga dapat terjadi pada kasus yang lainnya. Haruslah diingat bahwa di dalam ayat-ayat Al-Qur`an, Tuhan kita menunjukkan bahwa hati orang-orang yang lebih memilih untuk menyimpan harta mereka daripada melakukan sesuatu yang dapat membawa mereka kepada keridhaan Allah dan menolong serta menyokong saudara mereka seislam, sudah terkunci.


[1] Hadits sahih Imam Bukhari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar